Tuesday, February 13, 2007

sesudah malam yang mengguncang jiwaku dan hampir membunuh ku dan kini pagi, aku merasa sedikit lega karena maut tak mencabut nyawaku tetapi apalah dayaku, karena kini ia hanya meninggalkan kenangan sungguh aku adalah sosok tiada berdaya yang hidup diantara kerumunan umat yang tak pernah perduli keberadaanku jika memang itu yang menjadi jalan pikiranmu untuk menjalin perasan baru bersama kekasihmu yang lain, pergilah karena sesungguhnya ketika detik detik itu aku seseungguhnya telah mati perasaanku kini terkubur ke dalam liang penderitaan yang teramat dalam jika kau memang ingin merasakan kebahagiaan baru, carilah karena sesungguhnya kebahagiaan telah melenyapkan dirinya dariku ketika engkau meninggalkanku.. tuan pencabut nyawa, engkau lupa mencabut ruh ku aku menantimu, karena sebenarnya aku telah lama ingin merasakan kedamaian...
Sebelum puasa, seperti biasa gw sekeluarga nyekar ke makam nenek gw. Sekalian nyekar itu pula, kita ngurus administrasi perawatan makam n bikin nisan. Bokap gw minta tolong tulisin nama nenek gw untuk dikasiin ke tukang nisan. Dan waktu bokap gw nyebutin nama nenek gw, gw agak kaget karena ternyata nenek gw masih punya gelar Raden Roro. Waw...gw ternyata masih turunan bangsawan Jawa hahahahaha. Cucunda Raden Roro gitu loh hehehehe. Gw kurang ngerti juga gelarnya ga turun ke bokap gw dan Raden Roro itu di tingkat mana dalam hirarki gelar kebangsawanan Jawa. Secara ya gw ga pernah merasa jadi orang Jawa karena nenek dan bokap yang Jawa-Sunda, identitasnya lebih 'Sunda' daripada 'Jawa'. Sementara nyokap gw orang Sumatera. Jadi pupuslah 'Jawa' gw.
Balik ke soal nisan tadi, bokap gw menekankan sekali pemakaian Raden Roro, disingkat jadi Rd. Rr. untuk di nisan. Alasannya kakak-kakak nenek gw yang mengharuskan pencantuman Rd. Rr itu.

Hmmm... Gw jadi berpikir. Segitu pentingnya ya gelar seseorang. Ga cuma gelar bangsawan atau kasta tapi juga gelar akademis. Dalam pandangan gw, gelar memang bisa mengangkat status sosial sesama manusia. Gelar bisa membuat seorang manusia memperoleh kemudahan, dihormati, prioritas, nama besar, terpandang, harta, dan hak-hak istimewa dalam berbagai sisi kehidupan bermasyarakat. Orang yang punya gelar akademis lebih dari satu pasti dianggap pintar karena berilmu pengetahuan. Ga cuma dipuja masyarakat, si empunya gelar dan turunannya pun pasti bangga karena status sosial dan hak-hak istimewa itu. Entah dia memperoleh gelarnya karena darah keluarga atau karena sekolah seumur hidup.
Anyway meski banyak orang yang ga mementingkan gelar, tapi suka atau tidak suka, gelar tetap punya peranan dalam kehidupan bermasyarakat sebagai lambang prestise. Gengsi. Ga peduli meski di mata Allah semua manusia sama, yang membedakan hanya iman dan takwa semata [ehm...]. Ya begitulah meski banyak yang mencibir gelar-gelar itu, gelar karpet atau gelar tiker, gelar tetap jadi salah satu faktor penentu, faktor X, dalam bermasyarakat yang terkadang ga disadari.

kado ulang tahun

tlah kupaki baju ini, yang terbagus kumuliki
tetapi betapa ku tak mengerti,...
seperti..
dunia tlah begitu mati
hatiku tak tahan kulihat sendiri
dia pergi...
dengan xxxxxx lain lagi